Kedai Kopi Kim Teng, Peninggalan Pejuang Kemerdekaan di Pekanbaru

Berkunjung ke Kedai Kopi Kim Teng laksana sebuah ritual wajib bagi wisatawan yang datang ke Pekanbaru, Provinsi Riau.

Ibaratnya, jangan mengaku pernah ke Pekanbaru jika belum mencicipi kopi dan makanan di kedai kopi yang berdiri pada 1950 itu.

Bekas Ketua Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Pekanbaru Fakhrurrozi Baidi mengatakan, Kedai Kopi Kim Teng begitu populer Provinsi Riau, khususnya di Kota Pekanbaru.

Hampir setiap hari kedai ini penuh pembeli.

Bukan cuma masyarakat biasa, pejabat pemerintahan, petinggi tentara dan polisi, sampai bos perusahaan ngopi di sana.

“Kalau datang kesiangan, bisa tidak kebagian tempat di sini.

Di akhir pekan, tempat ini ramai sekali sampai orang-orang antre,” kata Fakhrurrozi pada Selasa, 10 Mei 2022.

Tersedia sekitar 25 meja di Kedai Kopi Kim Teng yang jembar.

Setiap meja dilengkapi empat kursi plastik.

Masuk Kedai Kopi Kim Teng, pengunjung lebih dulu melewati enam gerai dagangan berjejer di bagian depan.

Pengelola Kedai Kopi Kim Teng memang menyediakan tempat bagi para pedagang dengan skema kerja sama sewa maupun bentuk lain.

Sembari minum kopi, pengunjung bisa menyantap sate padang, mi ayam, soto medan, sop ikan, dan banyak lagi.

Hampir seluruh dinding ruang kedai ditempeli 27 papan iklan.

Ada iklan konvensional sampai iklan digital dengan isi promosi perbankan hingga alat pertanian.

Pada sisi kanan atas dinding terpasang foto besar berlatar biru, berbingkai hitam, dan berlapis kaca.

Bingkai foto ini berisi gambar seorang pria tua Cina dalam balutan jas warna pastel.

Sang pria berkacamata dan berpeci veteran.

Di bagian kiri dada tergantung Bintang Gerilya dan tiga tanda kehormatan lain.

Seluruh tanda kehormatan pun disatukan dalam satu bingkai kaca ukuran kecil berwarna emas, persis di bawah foto besar.

“Itu bapak saya, Kim Teng yang punya kedai ini.

Saya anaknya, generasi kedua yang mengelola kedai ini setelah bapak wafat,” kata Liong alias Kaliono Tenggana seraya menunjuk foto.

Kaliono adalah sulung dari tujuh bersaudara, hasil pernikahan Kim Teng (1921-2003) dengan Fei Poan.

Lelaki kelahiran 1945 itu, kini berusia 78 tahun.

Dia tampak ligat atau tangkas bekerja, bersikap hangat, terbuka meski sibuk melayani pesanan bergelas-gelas kopi.

Kaliono memastikan resep kopi tetap sama sejak kedai berdiri.

Kopi yang dipakai jenis kopi arabika dari dataran tinggi Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.

Biji-biji kopi dipanggang, digiling, dan diseduh oleh Kim Teng.

Kaliono mewarisi keahlian meracik kopi lantaran sejak remaja terbiasa membantu orang tuanya di kedai.

“Kalau kopi di sini tidak enak, tentu usaha kami sudah tutup sejak lama,” ujar Kaliono seraya menambahkan kopi susu dan roti bakar srikaya yang menjadi menu sarapan khas terlaris.

Selain menawarkan hidangan kopi yang khas dan sedap, Kedai Kopi Kim Teng punya sejarah panjang.

Kim Teng bernama lengkap Tan Kim Teng.

Dia lahir di Singapura, Maret 1921, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, hasil perkawinan Tan Lung Chiu dan Tan Mei Liang.

Kehidupan keluarga Kim Teng sangat miskin di Singapura.

Saat Kim Teng berusia 4 tahun, ayahnya membawa keluarga menyeberang dari Singapura ke Pulau Padang, Riau, untuk mengubah nasib.

Secara administratif, pulau seluas 986 kilometer persegi ini dulu masuk wilayah Kabupaten Bengkalis dan sekarang masuk wilayah Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti.

Keluarga Kim Teng berpindah tempat tinggal beberapa kali hingga akhirnya menetap di Bengkalis sejak 1934.

Di Bengkalis, Tang Tjun Lan (anak tertua) menikahi Bok Tong An, seorang pedagang kelontong yang sering berdagang ke Kota Melaka, Malaysia dan Singapura.

Tong An juga punya toko di Pekanbaru sehingga Tjun Lan pindah ke Pekanbaru pada 1935.

Tjun Lan mengajak Kim Teng.

Seluruh anggota keluarga keluarga orangtua Kim Teng ikut pindah ke Pekanbaru empat tahun kemudian.

Kim Teng menikahi Tjang Fei Poan pada 1943 atau saat Kim Teng berusia 22 tahun.

Menjelang Jepang menyerah pada Pasukan Sekutu, Kaliono Tenggana lahir.

Kim Teng aktif berjuang mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan menjadi tentara pada Resimen IV Riau pimpinan Hasan Basri.

Kim Teng menjadi anak buah Letnan Satu RA Priodipuro, dengan tugas utama sebagai telik sandi atau mata-mata intelijen.

Tapi Kim Teng juga ditugasi mengurusi perbekalan perang, antara lain amunisi, bahan peledak, senjata, pakaian dan sepatu tentara, serta obat-obatan.

Kim Teng yang menyamar sebagai pedagang beberapa kali berhasil menembus blokade Angkatan Laut Belanda dengan membawa logistik maupun senjata dari Singapura untuk diserahkan kepada pasukan Indonesia di Riau.

Sehabis perang, Kim Teng berhenti jadi tentara dan sempat menganggur setahun.

Ia kemudian ikut abangnya, Tjun Lan, yang buka warung kopi di Pekanbaru pada 1950 dengan menyewa sebuah rumah papan yang beratap daun rumbia dan berlantai tanah.

Kedai kopinya bernama Kedai Kopi Yu Han, terletak di Jalan Sago.

Pada 1955, Kedai Kopi Yu Han dilanjutkan Kim Teng dan dipindahkan ke tepian Sungai Siak.

Nama kedai kopinya berubah jadi Kedai Kopi Nirmala.

Kedai kopi ini hanya bertahan hingga 1959.

Kim Teng menutup Kedai Kopi Nirmala akibat pemberlakuan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 1959 tentang Larangan bagi Usaha Perdagangan Kecil dan Eceran yang Bersifat Asing di Luar Ibu Kota Daerah Swatantra Tingkat I dan II serta Karesidenan.

Peraturan itu sebenarnya ditujukan kepada warga negara asing (WNA) Cina, tapi beleid ini justru berdampak pada semua warga Cina yang berdagang di perdesaan, baik WNA Cina maupun orang Cina sudah jadi warga negara Indonesia.

Akibatnya, ratusan ribu WNA Cina dipulangkan ke negeri leluhur.

Kim Teng beruntung.

Dengan statusnya sebagai Veteran Tentara Resimen IV dan berjasa besar selama perang kemerdekaan, akhirnya Kim Teng kembali membuka warung kopi pada 1961 dengan nama Kedai Kopi Segar di Simpang Sago, dekat Bank Danamon sekarang.

Lalu, Kedai Kopi Segar dipindah ke lokasi dekat gerbang Pelabuhan Pelindo I dan kian lama nama usahanya lebih populer dengan sebutan Kedai Kopi Kim Teng.

Usaha kedai kopi Kim Teng berkembang pesat hingga akhirnya ia memindahkan kedai kopinya ke Jalan Senapelan (lokasi sekarang) sejak 13 Januari 2002.

Kim Teng membeli dua rumah toko yang direnovasi jadi satu yang berwujud berlantai dua.

Lantai satu jadi kedai kopi dan lantai dua jadi tempat tinggal keluarga.

Kim Teng wafat pada 6 Mei 2003 di Pekanbaru.

Ia dimakamkan di Pekuburan Warga Tionghoa di Kecamatan Rumbai, Pekanbaru, dengan memakai upacara militer.

Usaha Kedai Kopi Kim Teng diteruskan oleh Mulyadi Tenggana alias Awai, cucu Kim Teng yang enam tahun kuliah di Kanada.

Awai piawai mengembangkan kedai kopi warisan kakeknya hingga punya banyak cabang.

Kaliono mengatakan, Kedai Kopi Kim Teng sempat ditutup sementara pada Juli 2017 oleh Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru.

Penutupan dilakukan setelah Wali Kota Pekanbaru Firdaus mengalami keracunan sehabis menyantap roti srikaya.

Firdaus kemudian menyampaikan Kedai Kopi Kim Teng sebagai kedai kopi legendaris yang sudah menjadi aset daerah sehingga layak beroperasi kembali.

Alhasil, dinas kesehatan mengizinkan Kedai Kopi Kim Teng beroperasi kembali pada 31 Juli di tahun yang sama.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *